Sinergi antara Disiplin Ilmu Meteorologi untuk Penanggulangan Bencana dan Resiliensi Pembangunan
27 December 2022
Author : Wisnu Pudji Pawestri dan Afifah Hanum Amahoru
Editor : -
Meteorologi atau ilmu cuaca merupakan studi terkait atmosfer, fenomena atmosfer, dan efek atmosfer pada cuaca. Meteorologi adalah subdisiplin dari ilmu atmosfer, termasuk klimatologi dan aeronomi. Jika klimatologi berfokus pada bagaimana perubahan atmosfer dapat menentukan dan mengubah iklim dunia dan aeronomi adalah studi tentang bagian atas atmosfer, di mana proses kimia dan fisik yang unik terjadi, maka meteorologi sendiri berfokus pada bagian bawah atmosfer, terutama troposfer, tempat sebagian besar cuaca terjadi. Meteorologi berkonsentrasi pada proses-proses di dalam atmosfer dan interaksi energi dengan permukaan yang mempengaruhi proses-proses tersebut.
Coleman & Law (2015) menyatakan bahwa meteorologi adalah studi tentang atmosfer dan gerakan di dalam atmosfer pada skala waktu yang singkat (menit hingga minggu). Meteorologi berfokus pada variabel atmosfer (misalnya, suhu, curah hujan, kelembaban, kekuatan angin) yang terkait dengan prakiraan cuaca dan kondisi saat ini atau yang akan datang. Para ahli meteorologi meneliti hubungan antara atmosfer dan iklim bumi, lautan, serta kehidupan biologis dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk mengamati, menjelaskan, dan meramalkan cuaca. Studi meteorologi sangat penting untuk berbagai bidang, terutama terkait lingkungan, termasuk pada bidang aeronautika, pertanian, arsitektur, balistik, ekologi, produksi energi, kehutanan, hidrologi, kedokteran, oseanografi, serta penanggulangan bencana.
Pemanfaatan Ilmu Meteorologi
Dalam prakteknya, pemanfaatan keilmuan meteorologi sangat diperlukan bagi praktik penanggulangan bencana yang berhubungan dengan atmosfer, khususnya terhadap risiko bencana akibat bahaya hidrometeorologi seperti banjir, badai, serta kekeringan. Kontribusi utama dari cabang ilmu meteorologi, salah satunya, berupa analisis probability of occurrence suatu bencana serta kemungkinan cascading effects menggunakan pemodelan meteorologi sebagai dasar penentuan indeks bahaya. Bersama CARI!, salah satu pemanfaatan ilmu meteorologi ditunjukkan pada salah satu proyek Comprehensive Multi-Hazards Vulnerability and Risk Assessment (CMVRA) Guideline, and Training Manual di Laos, dimana dilakukan analisis perhitungan risiko menggunakan hasil analisis indeks bahaya pada beberapa bencana hidrometeorologi sebagai dasar pemetaan untuk upaya peningkatan ketahanan daerah dan pembangunan berkelanjutan di Laos.
Keterkaitan Ilmu Meteorologi dengan Fase Manajemen Bencana
Berdasar studi dari Indonesia Disaster Resilience Outlook (2022), 95% kejadian bencana yang terjadi di Indonesia merupakan bencana Hidrometeorologi seperti banjir, angin kencang, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan hingga pada gelombang ekstrim dan tanah longsor. Berdasarkan laporan kejadian bencana dari BNPB tahun 2022 hingga 28 November 2022, jenis bencana bahkan lebih mendominasi lagi yakni sebesar 99.27% dari total kejadian bencana selama 2022 (BNPB 2022). Untuk menangani hal tersebut tentunya dibutuhkan peran aktif dari praktisi meteorologi dengan pemahaman dari bidang keilmuannya.
Jika melihat dari setiap fase penanggulangan bencananya, setidaknya ada beberapa hal yang dapat menjadi ruang peran dari para praktisi meteorologi antara lain sebagai berikut:
- Fase Pra Bencana
Pada fase ini, pemahaman mendalam tentang keilmuan meteorologi sangat dibutuhkan untuk memperkuat pemahaman risiko bencana khususnya yang berkaitan dengan penilaian pada faktor bahaya.
- Fase Peringatan Dini
Pada fase ini, praktisi meteorologi dapat berperan pemantauan variabel meteorologi, menganalisis hingga membantu dalam membangun pemodelan meteorologi untuk memperkuat pemahaman terkait fenomena atmosfer yang berguna untuk membangun sistem peringatan dini yang lengkap baik dari sisi (1) pengelolaan pengetahuan risiko, (2) observasi, pemantauan dan prakiraan; (3) pembangunan sistem diseminasi yang efektif; (4) serta penguatan kemampuan kesiapsiagaan dan respons terhadap informasi peringatan dini yang ada. Selain memperkuat sistem peringatan dini, dengan adanya teknologi modifikasi cuaca, potensi bencana hidrometeorologi juga dapat diusahakan untuk direduksi, tentunya dengan dukungan peran dari para praktisi meteorologi.
- Fase Tanggap Darurat
Pada fase tanggap darurat, informasi cuaca menjadi salah satu informasi yang dibutuhkan untuk memastikan proses tanggap darurat dapat berjalan lancar, serta dapat menghindari dan mereduksi potensi bahaya yang ada. Sebagai contoh, pada saat kebakaran hutan dan lahan terjadi, ahli meteorologi dapat berperan untuk membantu menganalisa hotspot, arah angin, dan menemukan awan hujan untuk Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Selain itu, ketika tanah longsor dan banjir terjadi, ahli meteorologi dapat memberikan informasi prakiraan untuk memastikan operasi tanggap darurat dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari potensi bencana susulan.
- Fase Pemulihan
Pada fase ini bidang ilmu meteorologi berperan dalam memberikan panduan dan dukungan kepada publik dan manajer darurat tentang peristiwa-peristiwa (termasuk kondisi dan layanan cuaca) yang dapat menghambat upaya pemulihan, serta melakukan penilaian pascabencana dan sistem peringatan untuk membantu kesiapsiagaan dan upaya mitigasi di masa depan.
Untuk memotivasi keterlibatan para peneliti dan professional muda bidang ilmu meteorologi dalam upaya pengurangan risiko bencana, Principal CARI!, Dr. Mizan Bisri diundang sebagai narasumber Kuliah Tamu Kapita Selekta untuk memberikan presentasi berjudul Peran Pemuda, Prospek Karir, serta Kontribusi Disiplin Ilmu Meteorologi Untuk Penanggulangan Bencana dan Resiliensi Pembangunan Berbasis Pengetahuan. Kegiatan kuliah tamu ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang bidang keilmuan Meteorologi, serta membuka wawasan baru terhadap peran lulusan meteorologi dan prospek karir ke depan.
Selanjutnya, Afifah Hanum Amahoru, M.Sc., Disaster Management Research Officer CARI!, juga turut berkontribusi pada kegiatan Lokakarya Perancangan Pembelajaran Kolaboratif untuk memberikan presentasi berjudul Identifikasi dan Perhitungan Risiko Terhadap Perubahan Iklim di Program Studi Meteorologi ITB pada 7 Desember 2022. Presentasi ini ditujukan sebagai bahan perumusan materi perkuliahan kolaboratif dan multidisipliner yang berfokus pada pengurangan dampak perubahan iklim. Pada paparan presentasi ini Afifah Hanum Amahoru, M.Sc. menjelaskan konsep dari risiko bencana, bagaimana cara menentukan elemen-elemen risiko, serta salah satu implementasi nyata tahapan perhitungan risiko dalam proyek CARI! di Laos. Kegiatan ini semakin memperkuat urgensi pemahaman dan pemanfaatan keilmuan meterologi yang mutakhir dalam upaya penanggulangan bencana, terutama dalam pemahaman risiko dan pengambilan keputusan terkait peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Sumber:
- BNPB. (2022, 30 November) “Update sebaran kejadian bencana alam di Indonesia periode 1 Januari - 30 November 2022”, diakses pada 23 Desember 2022, dari https://www.facebook.com/photo.php?fbid=510951491066633&set=pb.100064553595649.-2207520000.&type=3
- J.S.M. Coleman, K.T. Law. 2015. Meteorology. Reference Module in Earth Systems and Environmental Sciences. Elsevier. ISBN 9780124095489. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-409548-9.09492-6.
- Khoirunnisa. D, Atsari. R, Bisri. M, et al. 2022. Indonesia Disaster Resilience Outlook.