Bencana Natech : Tren dan Faktor Pendorong Risikonya

#Early warning
calendar_today
11 April 2022
person
Author : Devina Khoirunisa
edit
Editor : -
Description

Kecelakaan Fukushima pada tahun 2011 banyak dikenal orang awam di seluruh dunia sebagai kejadian nuklir paling mahal dan fatal di abad ke-21. Kecelakaan reaktor nuklir ini dipicu oleh adanya air laut akibat gempa dan tsunami yang menimpa Prefektur Tohoku, Jepang dengan magnitudo melebihi perkiraan para ahli. Namun begitu, belum banyak yang menghubungkan kejadian ini dengan istilah bencana Natech. Istilah bencana Natech memang masih jarang terdengar di media massa seperti televisi dan radio. Bencana Natech perlu mulai dikenali dan diantisipasi karena risiko terjadinya akan sangat meningkat dalam beberapa dekade mendatang di Indonesia.

 

Natech adalah istilah dari bahasa inggris untuk kejadian bencana teknologi (TECHnological disaster) yang disebabkan oleh ancaman bencana alam (NAtural hazard). Para ahli bencana dunia membuat istilah Natech untuk mengelompokkan jenis bencana yang terjadi akibat efek domino bencana alam di fasilitas-fasilitas industri yang melibatkan bahan mudah terbakar, beracun, dan berbahaya, yang dikenal sebagai hazardous material (hazmat)

 

Meningkatnya risiko kejadian bencana Natech didorong oleh tiga arus faktor utama. 

Faktor pertama, jumlah kejadian bencana alam secara umum telah meningkat dan diperkirakan akan terus meningkat seiring terjadinya perubahan iklim dan degradasi alam. Para ahli dunia saat ini telah memperingatkan tentang adanya peningkatan jumlah kejadian bencana hidrometeorologi seperti banjir, angin kencang, kekeringan dan cuaca ekstrim sebagai dampak dari perubahan iklim. Bahkan, beberapa studi telah menunjukkan bukti bahwa bencana seismik seperti gempa bumi juga menunjukkan peningkatan yang sebanding dengan perubahan iklim. Peningkatan ini tentunya merubah dinamika risiko bencana alam, baik dari tingkat keparahan maupun sebaran keterpaparannya diwilayah-wilayah yang terbangun.

 

Faktor kedua, meningkatnya jumlah fasilitas dan kawasan industri berskala kecil, menengah, dan besar yang menggunakan hazmat pada daerah-daerah yang terpapar ancaman bencana alam. Dengan adanya dorongan pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan pembangunan ekonomi, saat ini jarak antara kawasan industri dan permukiman seringkali sangat dekat, menyebabkan semakin dekat pula risiko bencana Natech bagi masyarakat. Tentunya, sebagian besar industri telah mempertimbangkan adanya risiko kecelakaan industri akibat berbagai faktor, termasuk risiko bencana. Namun, dengan risiko bencana alam yang meningkat terus menerus, industri perlu memastikan bahwa prosedur keamanan yang mereka miliki telah mempertimbangkan risiko tersebut.

 

Faktor ketiga, kurangnya kesadaran dan kapasitas penanggulangan bencana Natech. Pasalnya, bencana Natech memiliki karakteristik berbeda yang memerlukan kapasitas penanggulangan bencana yang jauh lebih tinggi dibandingkan bencana alam dan teknologi yang terjadi sendiri-sendiri. Contohnya, di Indonesia, mayoritas BPBD dan pemadam kebakaran tidak dibekali peralatan dan kemampuan untuk menanggulangi bencana teknologi yang melibatkan bahan berbahaya dan radioaktif. Selain itu, koordinasi antara sektor bencana dengan industri dalam pengurangan risiko bencana teknologi dan Natech masih belum terinisiasi. 

 

Pengetahuan tentang bencana Natech masih sangat rendah, sedangkan kebutuhannya sangat tinggi. Jumlah publikasi mengenai bencana Natech dan kegagalan teknologi di Indonesia masih sangat terbatas, ditunjukkan dengan hanya 85 penelitian tentang bencana teknologi dan 2 penelitian tentang bencana Natech di repositori CARI! dari keseluruhan 51 ribu publikasi yang terdaftar. 

 

-----

Daftar Pustaka

  1. E. Krausmann, A. M. Cruz, and E. Salzano, Natech risk assessment and management: reducing the risk of natural-hazard impact on hazardous installations. Amsterdam ; Boston, Massachusetts: Elsevier, 2017.
  2. L. J. Steinberg, H. Sengul, and A. M. Cruz, “Natech risk and management: an assessment of the state of the art,” Nat. Hazards, vol. 46, no. 2, pp. 143–152, Aug. 2008.
  3. T. Gill, B. Steger, and D. L. Slater, “The 3.11 Disasters,” in Japan Copes With Calamity: Ethnographies of the Earthquake, Tsunami and Nuclear Disasters of March 2011, Bern: Peter Lang, 2014.
  4. A. M. Cruz and E. Krausmann, "Vulnerability of the oil and gas sector to climate change and extreme weather events". Climatic Change 121:41–53. 2013.
  5. A. M. Cruz and E. Krausmann, "Hazardous-materials releases from offshore oil and gas facilities and emergency response following Hurricanes Katrina and Rita". Journal of Loss Prevention in The Process Industries, 22(1), 59-65. 2009.
  6. H. Sengul, N. Santella, L. Steinberg, and A. M. Cruz, "Analysis of hazardous material releases due to natural hazards in the United States". Disasters, 36(4), 723-743. 2012.

-----

Keterangan Tambahan:

Isi tulisan baik sudut pandang yang dipilih dan gagasan yang disertakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Tulisan ini bukan ditujukan untuk menyampaikan pandangan resmi dari CARI!