Pentingnya Resiliensi di Dunia Pendidikan Kita

#Special Issue
calendar_today
01 September 2022
person
Author : Ainur Ridho, Mizan Bustanul Fuady Bisri
edit
Editor : Mizan Bustanul Fuady Bisri
Description

"Percaya, tegas, penuh ilmu hingga matang jiwanya, serta percaya diri, tidak mudah takut, tabah menghadapi rintangan apapun.” - Ki Hajar Dewantara

Satuan pendidikan (sekolah atau madrasah atau sekolah berbasis keagamaan lainnya) merupakan tempat yang dibuat khusus untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) dan menjadi tempat bagi para pendidik dan peserta didik mempelajari pengetahuan, keterampilan dan juga membentuk perilaku termasuk pada bidang pengurangan risiko bencana.

Kemdikbud mencatat selama kurun tahun 2009-2018, berbagai bencana di Indonesia telah menyebabkan lebih dari 62.687 sekolah dan lebih dari 12 juta siswa terdampak.

Dampak kejadian bencana yang besar pada sektor pendidikan terus menjadi perhatian serius hingga kini. Diperkirakan hampir seperempat jumlah sekolah di Indonesia berlokasi di wilayah rawan gempa dan banjir, serta di wilayah rawan longsor, tsunami dan letusan gunungapi.

Sumber: Buku Pendidikan Tangguh Bencana (Kemdikbud, 2019)

Di Indonesia, upaya untuk mengurangi risiko dan dampak bencana pada sektor pendidikan secara sistematis di Indonesia telah dimulai sejak 10 tahun yang lalu oleh multi-pihak yang bermuara pada konsep, gerakan, dan program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).

Tujuan dari program SPAB adalah untuk melindungi warga satuan pendidikan (TK hingga pendidikan tinggi) dari dampak buruk bencana, termasuk memastikan keberlangsungan layanan pendidikan dalam situasi darurat dan memulihkan kembali fungsi satuan pendidikan pasca bencana.

Di Indonesia, upaya perlindungan satuan pendidikan dari risiko bencana sejalan dengan kerangka global Comprehensive School Safety (CSS) yang didorong oleh UNDRR dan GADDRES.

 

Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) di Indonesia (Comprehensive School Safety)

Terdapat 3 (tiga) pilar kerangka SPAB yang umum digunakan dan diadaptasi secara resmi dalam kebijakan kunci dan program pengurangan risiko bencana di Indonesia, yang diawali dengan Perka BNPB 4/2012 serta kemudian diperkuat dengan Permendikbud 33/2019. Ketiga pilar ini ialah:

  • Fasilitas Belajar yang Aman

mencakup semua upaya menjadikan sekolah sebagai tempat belajar yang lebih aman untuk melindungi komunitas sekolah dari kematian dan cedera akibat runtuhnya struktur, kerusakan, atau malfungsi.

  • Manajemen Bencana Sekolah

memastikan komunitas sekolah dan sektor pendidikan dapat merencanakan dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengurangi, mempersiapkan, merespons untuk mengatasi dan memulihkan dari dampak bahaya dan kejadian bencana.

  • Pendidikan Pengurangan Risiko dan Resiliensi

upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang menanamkan pengurangan risiko bencana dan ketahanan kepada siswa dan masyarakat umum untuk menciptakan budaya keselamatan.

 

Diadaptasi dari Comprehensive School Safety (UNDRR-GADDRES, 2014)

Ketiga pilar tersebut memiliki area tumpang tindih yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Tiga pilar yang saling bersinggungan terdiri dari komponen penilaian risiko multibahaya dalam analisis sektor pendidikan, juga perencanaan yang berpusat pada kepentingan anak.

Statistik Satuan Pendidikan yang di bawah ini mencakup Kelompok Belajar (KB) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), serta Sekolah Luar Biasa (SLB). Walaupun sedianya SPAB juga meliputi satuan pendidikan lainnya yang berbasis keagamaan.

 

Sumber: https://inarisk2.bnpb.go.id/spab/dashboard

Grafik batang di atas menunjukkan capaian SPAB di Indonesia berdasarkan pilar-pilar SPAB. Keseluruhan persentase capaian sampai dengan Juli 2022 ialah sebesar 24,64% atau masuk dalam kategori belum optimal. Hal ini menunjukkan masih perlu didorongnya implementasi SPAB di Indonesia.

 

Pengetahuan kita tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan Pendidikan Kebencanaan

Pada Indonesia Disaster Knowledge Update (IDKU) Edisi Juli 2022, kami mengangkat SPAB tema utama untuk menganalisis lanskap penelitian kebencanaan di Indonesia. IDKU adalah salah satu upaya utama CARI! untuk berkontribusi pada kemajuan pemanfaatan pengetahuan kebencanaan di Indonesia. Artikel ilmiah yang kami gunakan dikompilasi dari Repositori CARI! yang mengambil artikel ilmiah dari repositori Scopus, DoAJ, dan Portal Garuda.

Berdasarkan proses filtrasi multi-tahap yang diterapkan dengan menggunakan 22 kata kunci tentang pendidikan kebencanaan dan SPAB, kami memperoleh 330 artikel penelitian yang sesuai dengan tema ini. Berikut ini statistik dasar yang menampilkan jumlah penerbit, jumlah penulis, jumlah artikel menurut bahasa yang digunakan, jumlah artikel berdasarkan sumber repositori, dan jumlah publikasi menurut jenis manuskrip.

 

Dimana saja lokasi penelitian publikasi tentang SPAB dan Pendidikan kebencanaan?

Ukuran lingkaran biru mewakili jumlah artikel penelitian pada setiap provinsi (sumber: CARI! repositori, 2022). Warna poligon peta menunjukkan skor indeks risiko bencana multi-ancaman masing-masing provinsi (BPNB, 2021).

Seperti yang dapat dilihat dari peta, penelitian tentang pendidikan kebencanaan dan SPAB di Indonesia masih timpang di antara provinsi-provinsi. Provinsi dengan jumlah penelitian terbanyak adalah Jawa Tengah (53 artikel) dan Aceh (50 artikel).

Provinsi-provinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa cenderung memiliki jumlah publikasi yang lebih tinggi, sedangkan provinsi lain terutama di wilayah timur, memiliki jumlah publikasi yang lebih terbatas. Kami menemukan bahwa beberapa provinsi tidak memiliki publikasi penelitian sama sekali meskipun memiliki risiko bencana yang lebih tinggi, seperti provinsi Maluku, Sulawesi Barat, dan Bangka Belitung.

Wordclouds ini menampilkan kota/kabupaten yang menjadi lokasi penelitian, ukuran besar kata sebanding dengan banyaknya jumlah publikasi.

Kota Banda Aceh menjadi kota yang paling sering diteliti terkait SPAB dan Pendidikan Bencana. Disusul oleh kota-kota lain seperti Kota Padang, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, dan Kota Bengkulu.

Sebagian besar lainnya meneliti kota/kabupaten yang tersebar utamanya di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Kota lain di luar wilayah itu juga diteliti karena mengalami bencana signifikan dalam beberapa tahun terakhir seperti Kota Palu dan Kota Mataram.

 

Sudahkah penelitian SPAB dan Pendidikan Bencana dilakukan di lokasi dengan risiko bencana tinggi?

Plot kuadran menunjukkan kategori provinsi (yang diwakili oleh warna yang berbeda) berdasarkan jumlah artikel penelitian dan skor risiko bencana multi-bahaya (sumber: BNPB, 2021). Ukuran lingkaran menggambarkan jumlah sekolah di provinsi tersebut (sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2022).

Ada kecenderungan bahwa provinsi dengan lebih banyak sekolah memiliki lebih banyak publikasi penelitian tentang SPAB. Hanya ada 8 provinsi dengan jumlah publikasi di atas nilai rata-rata (9 publikasi), dengan setengahnya masing-masing berada dalam kategori hijau dan kuning. Selebihnya, 26 provinsi lainnya masuk dalam kategori kurang publikasi. Terdapat 14 provinsi yang perlu mendapat perhatian lebih karena hanya memiliki beberapa artikel penelitian meskipun termasuk ke dalam kategori risiko tinggi. Beberapa provinsi yang menjadi perhatian bahkan memiliki lebih dari 10.000 sekolah, seperti Provinsi Sumatera Utara, Banten, dan Sulawesi Selatan.

 

Bagaimana tren pertumbuhan jumlah artikel penelitian SPAB dan Pendidikan Bencana?

Diagram batang menampilkan jumlah artikel penelitian per tahunnya, sedangkan warna pada batang menunjukkan jenis bahaya yang diteliti pada tiap artikel penelitian. Garis warna merah menunjukkan jumlah akumulasi publikasi per tahunnya sejak tahun 2005.

Tren menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penelitian tentang pendidikan kebencanaan dan SPAB menjadi lebih cepat setelah tahun 2012 dan mencapai puncaknya pada tahun 2020. Setiap tahun terdapat publikasi penelitian tentang CSS dalam konteks bahaya tsunami, terkadang diikuti oleh penelitian yang serupa tentang CSS dan bahaya banjir atau gempa bumi.

Pada tahun 2021, penelitian CSS tentang bahaya epidemi (untuk mewakili keseluruhan jenis dan tingkatan keadaan darurat kesehatan masyarakat akibat penyakit menular) semakin banyak setelah pandemi COVID-19.

 

Bagaimana peneliti memandang subyek dan obyek penelitian SPAB?

Dari kiri, kotak kiri menampilkan jumlah penelitian berdasarkan subyek penelitiannya, kotak tengah menampilkan jumlah penelitian berdasarkan jenis satuan pendidikan, dan kotak kanan menampilkan jumlah penelitian berdasarkan jenis afiliasi sekolah.

Sebagian besar publikasi penelitian SPAB meneliti siswa atau peserta didik sebagai subyek penelitian utama, dan sisanya mengkaji manajemen sekolah/insitusi, guru, kepala sekolah, dan orang tua. SLTA dan SD/MI adalah satuan pendidikan yang paling banyak diteliti, diikuti oleh SLTP, dan sebagian kecil TK/PAUD serta SLB (sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus). Sebagian besar peneliti mempelajari sekolah umum negeri dan swasta, ada sedikit peneliti yang mempelajari sekolah yang berafiliasi dengan agama seperti madrasah, dan beberapa meneliti keduanya.

 

Artikel penelitian apa saja yang menarik banyak perhatian?

Daftar di bawah ini menampilkan lima artikel penelitian teratas bertema manajemen pengetahuan kebencanaan di Indonesia yang dirangking menurut jumlah sitasi per tahun 2022 bersumber dari direktori Scopus.

  1. Exploring minimum essentials for sustainable school disaster preparedness: A case of elementary schools in Banda Aceh City, Indonesia
  2. The reconstruction of disaster knowledge through thematic learning of science, environment, technology, and society integrated with local wisdom
  3. The Preparedness Level of School Community in Handling the Earthquake and Tsunami Threats in Banda Aceh City
  4. Effectiveness of disaster-based school program on students̀ earthquake-preparedness
  5. Volcanic eruption risk for school building in Indonesia

 

Topik penelitian apa yang paling sering diteliti?

Topik pendidikan publik, asesmen bahaya, dan perbaikan infrastruktur adalah topik yang paling sering diteliti.

"Bencana", "kesiapsiagaan", "gempa", "tsunami", "banjir", "mitigasi" adalah beberapa kata yang paling sering digunakan dalam judul publikasi penelitian tentang SPAB.

 

Bagaimana hubungan antara lokasi penelitian, tipe bahaya, fase penanggulangan risiko bencana, dan pilar SPAB?

Diagram sankey divisualisasikan secara proporsional menurut jumlah publikasi. Semakin besar ukuran persegi dan semakin lebar benang koneksi menunjukkan semakin banyak publikasi yang direpresentasi.

Diagram sankey ini menggambarkan distribusi publikasi penelitian dan hubungannya antar lokasi penelitian, jenis bencana, fase manajemen penanggulangan risiko bencana, dan pilar SPAB serta jumlah publikasi yang terhubung antar persegi. Dari Sankey di atas, terlihat bahwa penelitian terkait SPAB dan Pendidikan Bencana memiliki prioritas jenis bencana yang beragam antar wilayah.

Wilayah Jawa menempati urutan teratas dengan jumlah publikasi terbesar, dengan sebagian besar penelitian terkait dengan bahaya hidrometeorologi. Wilayah Sumatera menempati posisi kedua dengan publikasi terbanyak dengan penelitian ini terutama menganggap bahaya geologi sebagai faktor risiko utama bagi komunitas sekolah.

Sementara itu, publikasi penelitian skala nasional atau konseptual cenderung mempelajari bahaya geologi dan bahaya terkait iklim. Daerah-daerah lain lebih menonjol dalam pendidikan bencana dan penelitian SPAB tentang bahaya geologi. Semua studi, cenderung berfokus pada kegiatan yang relevan dengan fase pencegahan dan mitigasi. Namun, sejumlah besar penelitian SPAB dan bahaya geologis juga relevan dengan jenis kegiatan kesiapsiagaan. Fase tanggap darurat adalah fase yang paling sedikit dipelajari.

Penelitian yang menghubungkan pencegahan dan mitigasi dengan pilar 3 pilar SPAB sebagian besar tentang kesadaran bencana, dan hanya segelintir yang relevan dengan Pilar 1. Secara alami, penelitian pada fase kesiapsiagaan cenderung juga menyelidiki perannya dan relevan dengan pilar 2 SPAB, yaitu manajemen sekolah bencana.

 

Pola penting tentang penelitian SPAB dan Pendidikan Bencana dengan metrik-metrik lain

Pengukuran ketercapaian SPAB di Indonesia

Diagram di atas menunjukkan kemajuan pencapaian satuan pendidikan yang aman bencana dan jumlah publikasi di masing-masing pilar SPAB. Sebuah pola menarik menunjukkan bahwa jumlah penelitian yang besar tentang pilar tertentu tidak selalu berarti bahwa pencapaian pilar tersebut juga tinggi.

Berdasarkan tingkat pencapaiannya, secara berurutan pilar 1 menempati posisi teratas, disusul oleh pilar 2 dan pilar 3. Sedangkan pada metrik jumlah publikasi justru sebaliknya, pilar 3 yang paling banyak diteliti, kemudian pilar 2 dan pilar 1 setelahnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembangunan fisik sekolah yang aman bencana yang diwakili oleh pilar 1 lebih mudah dicapai daripada kemajuan non fisik seperti manajemen bencana sekolah dan pengetahuan pengurangan risiko bencana.

Temuan ini menegaskan bahwa hasil dari penelitian atau pengetahuan perlu dimanfaatkan secara lebih baik untuk mendukung kebijakan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi konsep SPAB pada tingkat satuan pendidikan.

 

Jumlah Inisiatif Satuan Pendidikan Aman Bencana vs Jumlah Publikasi Berdasarkan Wilayah

Diagram di atas menunjukkan jumlah inisiatif Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) dan jumlah publikasi per wilayah.

Secara umum, tampak adanya pola daerah yang lebih banyak memiliki sekolah aman bencana, sehingga jumlah publikasi juga meningkat.

Kecuali untuk wilayah Sulawesi dan Kalimantan, meskipun jumlah sekolah aman bencana lebih banyak, namun jumlah publikasi tetap berada di bawah wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

 

Jumlah Sekolah Terdampak Bencana dan Jumlah Publikasi

Diagram di atas menampilkan jumlah sekolah yang terkena bencana (2015-2019) dan jumlah publikasi SPAB (2015-2019) berdasarkan jenis bahaya. Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana yang memiliki dampak paling luas di banyak sekolah, tetapi, publikasi penelitian tentang sekolah terkait dengan kebakaran hutan dan lahan masih sangat sedikit.

Ini berbeda dari jenis bencana lainnya seperti gempa bumi dan tsunami, dan juga banjir. Hanya sedikit publikasi penelitian mengenai pendidikan bencana dan SPAB pada konteks risiko letusan gunung berapi. Selain itu, gambar di atas juga menunjukkan perlu lebih banyak penelitian untuk memahami risiko dan dampak dari kebakaran hutan dan lahan terhadap sekolah, peserta didik, dan komunitas sekolah secara keseluruhan. Walaupun bencana karhutla tidak mengakibatkan kerusakan langsung terhadap fisik bangunan sekolah, tetapi dampaknya mengakibatkan terganggunya kontinuitas KBM yang merugikan para peserta didik.

 

Jumlah Siswa vs Jumlah Publikasi menurut Tingkat Satuan Pendidikan

Berdasarkan diagram di atas, jenjang sekolah dasar memiliki jumlah siswa dan jumlah sekolah terbanyak. Kemudian diikuti oleh jenjang pendidikan TK, SMP, SMA, dan SLB. Berdasarkan jumlah publikasi, tingkat pendidikan sekolah menengah atas adalah yang paling banyak dipelajari, diikuti oleh tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jumlah dan fokus penelitian mengenai SPAB pada tingkat SLB dan PAUD perlu ditingkatkan lagi. Oleh karena itu, perlu dorongan lebih banyak agar pendidikan bencana dan penelitian keselamatan sekolah di tingkat sekolah menengah pertama, taman kanak-kanak, dan sekolah luar biasa lebih banyak dilakukan.

IDKU edisi Juli 2022 tentang Satuan Pendidikan Aman Bencana dan Pendidikan Bencana versi interaktif dapat diakses disini.


Referensi

  1. ASEAN Safe Schools initiative (ASSI): Enhancing the enabling environment for education continuity in multihazard research in ASEAN (2019)
  2. Buku Pendidikan Tangguh Bencana (2019)
  3. Buku Peta Jalan SPAB (2020)
  4. Comprehensive School Safety (2014)
  5. Comprehensive School Safety Framework (2017)
  6. Disaster Education and School Safety Governance after the 2004 Indian Ocean Tsunami in Indonesia: From National Policy to Local Implementation (2007)
  7. Data-data yang dimanfaatkan dalam analisis ini bersumber dari CARI! repository-of-repositories (dikoleksi dari DOAJ, Scopus, dan Garuda), BNPB, Kemendikbud, dan BPS.