Sistem Peringatan Dini Tak Sekedar Memberi Peringatan
25 October 2022
Author : Dewa Putu AM
Editor : -
KEJADIAN BENCANA BULAN OKTOBER
Peristiwa banjir dan tanah longsor yang terjadi di Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/6)
Pada bulan Oktober 2022, kita banyak mendengar kejadian bencana seperti banjir, tanah longsor dan angin kencang di berbagai wilayah di Indonesia. Dalam periode 13-20 Oktober saja sudah terjadi bencana di wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat. Dari sekian banyak kejadian bencana tersebut, per tanggal 20 Oktober berdasarkan data yang dirilis oleh BNPB tercatat sudah mengakibatkan 8 orang meninggal, 2.411 jiwa mengungsi, 22.105 rumah, serta 15 Fasilitas Umum/Sosial terdampak (Sumber: BNPB, 20 Oktober).
Dalam laporan yang dipublikasi oleh BNPB pada tanggal 24 Oktober 2022, dari seluruh bencana tercatat selama tahun 2022 sebanyak 2.956 kejadian, 90,73% (2.661 kejadian) adalah bencana hidrometeorologi; banjir (1.205), angin kencang (917) dan tanah longsor (539) (BNPB, 24 Oktober). Dari sekian banyak kejadian tersebut setidaknya sudah mengakibatkan 191 jiwa meninggal dunia dan lebih dari 3 juta jiwa menderita, bahkan beberapa diantaranya harus mengungsi.
APA YANG MENYEBABKAN BANYAK KEJADIAN BENCANA HIDROMETEOROLOGI DI OKTOBER 2022?
Jika melihat pada dinamika Atmosfer Global, kondisi iklim Indonesia di bulan Oktober hingga sisa akhir tahun ini memiliki potensi yang lebih basah daripada biasanya. Hal ini dikarenakan dinamika atmosfer global di atas Samudera Hindia (Dipole Mode) bernilai Negatif (-0,8) yang berarti Suhu Permukaan Laut (SPL) Samudera Hindia bagian barat lebih dingin dibandingkan biasanya, sedangkan Samudera Hindia bagian timur lebih hangat dibandingkan biasanya. Kondisi ini menimbulkan kecenderungan peningkatan curah hujan di bagian timur Samudera Hindia (Indonesia) (BMKG, 2022).
Kondisi dengan dampak serupa juga terjadi di Samudera Pasifik yang sedang dalam fase La Nina Lemah dengan indeks Nino 3,4 sebesar –0,85. Hal ini berarti SPL di Pasifik bagian timur relatif lebih dingin dibanding biasanya, sedangkan Pasifik bagian barat lebih hangat dibandingkan biasanya. Kondisi demikian menyebabkan kondisi yang serupa dengan Dipole Mode Negatif yakni potensi peningkatan curah hujan dibandingkan biasanya pada wilayah barat Pasifik (Indonesia) (BMKG, 2022).
PERINGATAN DINI CUACA EKSTREM YANG TELAH DIKELUARKAN OLEH BMKG DAN BNPB
Jika melihat dari dampaknya yang demikian besar, baik dari korban jiwa serta kerugian materiil yang ditimbulkan, kita tentunya sepakat bahwa dalam menghadapi kondisi sedemikian diperlukan Sistem Peringatan Dini yang baik agar tindakan pencegahan dapat dilakukan secepat mungkin (Early Action).
Pada dasarnya, sejak awal dan pertengahan bulan Oktober, BMKG telah memberikan peringatan terkait potensi terjadinya cuaca ekstrem. Hal ini juga sudah ditanggapi oleh BNPB melalui Arahan Kepala BNPB Kepada BPBD se-Indonesia dalam rangka Kesiapsiagaan Menghadapi Potensi Cuaca Ekstrem pada tanggal 10 Oktober 2022 (BNPB, 2022). Beberapa arahan diantaranya meliputi:
-
Meningkatkan koordinasi dengan dinas terkait dan aparatur daerah setempat
-
Pemantauan secara berkala peringatan dini cuaca dan potensi bencana melalui website terkait.
-
Meningkatkan sosialisasi dan edukasi peringatan dini bencana serta berkoordinasi dengan organisasi terkait dalam penyebarluasan informasi.
-
Meningkatkan upaya mitigasi bencana dan memastikan efektivitas peringatan dini masyarakat.
-
Menyiapkan dan sosialisasikan jalur evakuasi yang aman dan mempertimbangkan Prokes.
-
Identifikasi kebutuhan dan ketersediaan sumber daya berdasarkan rencana kontingensi.
-
Jika diperlukan, dapat menetapkan status keadaan darurat bencana dan membentuk Pos Komando.
-
Pemetaan informasi peringatan dini hingga level kabupaten/kota.
-
Koordinasi keadaan darurat bencana dengan Pusdalops PB BNPB.
Menanggapi arahan tersebut, beberapa pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya, baik berkoordinasi dengan instansi terkait di daerah dan juga mulai menyebarkan kembali kontak-kontak penting yang dapat dihubungi ketika terjadi kegawatdaruratan.
SISTEM PERINGATAN DINI TAK SEKEDAR MEMBERI PERINGATAN
Dalam membangun Sistem Peringatan Dini yang baik, diseminasi informasi melalui media massa (TV, berita maupun media sosial) hingga suara sirine peringatan dini saja tidaklah cukup. Diseminasi informasi hanyalah salah satu elemen peringatan dini yang perlu dilakukan. Selain dari sisi diseminasi, perlu juga didukung oleh elemen-elemen lain agar kemudian direspon dengan aksi dini yang tepat. Kesadaran tentang hal ini senada dengan tema besar hari Meteorologi Sedunia 23 Maret lalu, yaitu “World Meteorological Day 2022 - Early Warning and Early Action”. Untuk membangun sistem peringatan dini yang efektif dan berbasis masyarakat (End-to-End People Centered Early Warning System) setidaknya harus didukung oleh empat-elemen yang mencakup (Sumber: preventionweb):
Pemahaman Risiko
Pemahaman penuh tentang risiko bencana yang dihadapi masyarakat rentan merupakan syarat utama untuk menentukan tindakan awal yang relevan dan efektif dalam mengurangi risiko yang ada. Pemahaman risiko berkaitan dengan faktor-faktor bahaya dan keterpaparan yang ada (Hazard & Exposure), pada pemahaman kerentanan orang-orang dan aset yang ada, hingga pada kapasitas penanggulangannya. Salah satu platform yang dikembangkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang digunakan sebagai media penyebarluasan informasi risiko adalah InaRISK yang dapat diakses melalui web maupun aplikasi mobile di android.
Monitoring dan Peringatan
Monitoring semua faktor, baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan kejadian bencana sudah dilakukan pemerintah melalui lembaga-lembaga teknisnya, seperti BMKG. Salah satu analisis yang telah disampaikan adalah peringatan yang dirilis pada awal bulan Oktober lalu, juga setiap hari secara proaktif telah memberikan informasi peringatan melalui kanal-kanal informasi yang dimilikinya. Penyediaan prakiraan yang andal, akurat, dan tepat waktu sangat penting untuk peringatan dini dan tindakan dini yang efektif.
Akan tetapi, data dari parameter cuaca tidaklah cukup untuk memberikan informasi andal, karena kejadian banjir di suatu wilayah tidak serta merta disebabkan oleh kejadian hujan lebat di wilayah tersebut. Pada banyak kasus seperti di Jakarta dan beberapa tempat di Indonesia, kejadian banjir justru terjadi saat hujan deras terjadi di daerah hulu. Dalam hal ini, beberapa sungai di Indonesia sudah dipantau secara rutin ketinggian airnya. Monitoring perubahan ketinggian muka air sungai-sungai ini kemudian melengkapi informasi yang sudah diberikan oleh BMKG yang selanjutnya dapat digunakan untuk mendukung penentuan tindakan awal yang relevan dan efektif. Sayangnya, tidak semua sungai di Indonesia telah terpantau, sehingga memunculkan kelangkaan data di banyak daerah rawan bahaya. Hal ini menjadi salah satu tantangan besar dan mendesak, yang membutuhkan investasi dalam layanan hidrologi dan meteorologi, ditingkat nasional maupun lokal daerah.
Komunikasi dan Diseminasi
Peringatan dini dan tindakan dini yang efektif bergantung pada informasi yang dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan dengan cara yang dapat diakses, dimengerti, dan bermanfaat. Informasi yang didiseminasikan kepada masyarakat tersebutlah yang biasa kita temui baik melalui media massa online, media sosial ataupun kanal media lainnya yang resmi disebarkan oleh pemerintah dan kemudian juga disebarkan kembali oleh media lainnya.
Mensinergikan antara informasi prakiraan dengan tindakan awal yang spesifik adalah inisiasi penting yang diperlukan untuk mendukung tindakan dini berbasis prakiraan dan juga meningkatkan efektivitas peringatan dini. Komunikasi dan diseminasi adalah komponen penting dalam Sistem Peringatan Dini yang didalamnya juga perlu adanya pembangunan dan pengelolaan sistem diseminasi informasi yang efisien dan efektif untuk prakiraan, serta berbasis tindakan awal.
Kemampuan Respon
Peringatan dini dikatakan berhasil bila dibarengi dengan tanggapan yang baik dan efektif. Kemampuan pemangku kepentingan dan masyarakat untuk menanggapi informasi peringatan sangat tergantung dan perlu memperhatikan faktor-faktor pembatas yang kompleks seperti kemiskinan dan ketidaksetaraan, baik karena faktor-faktor disabilitas, hingga pada inklusi sosial yang menyebabkan batasan pada akses untuk menerima informasi hingga merespon. Hal ini berarti bahwa banyak rumah tangga dan masyarakat tidak akan memiliki sumber daya untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri, rumah, atau mata pencaharian mereka dari peristiwa bahaya.
Sistem Peringatan Dini yang tidak memperhatikan hal tersebut akan memperkecil peluang kelompok masyarakat rentan untuk mengambil tindakan yang tepat karena terlalu tinggi dan sulit, bahkan tidak ada tempat yang aman untuk mengungsi dan menyelamatkan diri.
PENGETAHUAN KITA TENTANG PERINGATAN DINI DI INDONESIA (INDONESIA DISASTER KNOWLEDGE UPDATE)
CARI! mengambil peran dalam membantu menyebarluaskan pengetahuan terkait kebencanaan termasuk risiko di dalamnya melalui Disaster Knowledge Portal. Terkait tema Sistem Peringatan Dini juga telah dilakukan kajian literatur sistematis sederhana terhadap produk-produk pengetahuan kebencanaan di Indonesia dalam Indonesia Disaster Knowledge Update Edisi April 2022. Didalam IDKU terdapat beberapa analisis seperti:
- Pola perkembangan produksi pengetahuan terkait Sistem Peringatan Dini di Indonesia dari tahun ke tahun dan berdasarkan jenis bencana yang dikaji.
- Pola persebaran spasial dari pengetahuan terkait Sistem Peringatan Dini di Indonesia per provinsi dan kemudian dibandingkan dengan indeks risiko serta jumlah populasinya.
- Dan terakhir, berkaitan dengan distribusi pengetahuan terkait Sistem Peringatan Dini di Indonesia berdasarkan kewilayahan yang dikaitkan dengan jenis dan komponen dalam peringatan dini.
Berikut ini adalah salah satu analisis yang dihasilkan. Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk wilayah Jawa, jenis bahaya yang paling banyak dikaji adalah bahaya hidrometeorologi sedangkan Sumatera lebih banyak mengkaji terkait bahaya geofisik dan geologi. Selain itu, terlihat pula bahwa dari sisi komponen, bencana hidrometeorologi lebih banyak dikaji berkaitan dengan diseminasi dan komunikasi sedangkan bencana geologi dan geofisik lebih pada kemampuan respon.
Dapat disimpulkan bahwa untuk membangun suatu Sistem Peringatan Dini yang efektif, menjangkau serta melibatkan masyarakat secara aktif tentunya tidak bisa berpatokan pada pengembangan mekanisme pemantauan dan pemberian peringatannya saja. Namun, perlu diperkuat kembali pemahaman lokal terkait potensi-potensi risiko yang ada hingga pada pemantauan dan peringatan, diseminasi dan komunikasi. Selain itu, Sistem Peringatan Dini juga perlu dikembangkan untuk membantu kita dalam menentukan dan memberikan aksi yang cepat dan tepat menuju “Early Warning System, Early Action”. Diperlukan juga landasan pengetahuan yang kuat tentang Sistem Peringatan Dini itu sendiri.